CN2S Anggap Serangan Tempo ke Sektor Pertanian Lampaui Ketidakpantasan Jurnalistik

Hukum

JAKARTA – Direktur Eksekutif Center for National News Studies (CN2S), Angga Putra Devi, menilai langkah yang dilakukan media Tempo terhadap sektor pertanian telah melampaui batas ketidakpantasan jurnalistik. Ia menduga, Tempo berperan sebagai media pesanan yang bisa diatur sesuai dengan kepentingan tertentu.

“Dalam kasus pemberitaan di sektor pertanian tahun ini, 79 persen pemberitaan Tempo menyerang program keberlanjutan petani dan rakyat,” ujar Angga saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (25/10).

Menurut Angga, Tempo sebagai media telah meruntuhkan marwah pers, karena tidak lagi mengikuti arahan dan rekomendasi Dewan Pers sebagai lembaga resmi yang mengatur etika jurnalistik.

“Dewan Pers saja mereka lawan, apalagi sebuah lembaga di sektor pangan. Saya kira ini sudah keterlaluan dan harus mendapat respons hukum dari Kementan,” katanya.

Angga menambahkan, Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai lembaga yang dirugikan atas berbagai pemberitaan Tempo yang dinilai tendensius, perlu mengambil langkah tegas.

“Saya mendukung langkah hukum yang ditempuh Kementan atas tuduhan dan upaya pencemaran nama baik terhadap jutaan petani Indonesia,” ujarnya.


Framing Negatif dan Tidak Faktual

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Kementerian Pertanian, Chandra, menegaskan bahwa langkah hukum terhadap Tempo bukan bentuk pembungkaman media. Gugatan yang diajukan bersifat perdata, bukan pidana, dengan tujuan memulihkan marwah jurnalisme dan menjaga kemerdekaan pers yang profesional.

“Profesionalisme harus diwujudkan dalam pemberitaan yang sesuai Kode Etik Jurnalistik dan patuh pada seluruh penilaian serta rekomendasi Dewan Pers sebagai pemangku swa-regulasi pers. Bukan sekadar koar-koar profesional, tapi tulisannya justru penuh framing menyesatkan,” tegas Chandra.

Chandra menjelaskan, berdasarkan analisis yang dilakukan Kementan, 79 persen konten Tempo terkait Kementan dibuat dengan framing negatif dan menyerang institusi tersebut. Kalaupun ada kutipan dari pihak Kementan, hanya dicuplik untuk mendukung framing negatif, sehingga publik tidak memperoleh fakta yang utuh dan komprehensif.

“Ketika yang diserang dengan framing negatif tanpa dasar fakta adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat, itu sama saja dengan menzolimi 160 juta petani dan keluarganya, serta 286 juta rakyat yang bergantung pada ketahanan pangan nasional,” katanya.

Lebih lanjut, Chandra menilai Tempo sebagai media tidak seharusnya memonopoli kebenaran melalui opini yang menggiring persepsi publik.

“Faktanya, petani bahagia dengan berbagai kebijakan pro-petani yang dijalankan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Jadi, sebaiknya Tempo fokus bertarung di pengadilan, bukan membentuk opini publik berdasarkan ketakutan terhadap fakta keberhasilan Kementan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *