
JAKARTAVIBES, Sukabumi – Warga Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, mengungkapkan kekecewaan terhadap lambannya proses pembangunan jembatan penghubung antar desa.
Pemerintah desa disinyalir mempersulit pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Neglasari Kecamatan Lengkong dengan Desa Bantar Agung, Kecamatan Jampang Tengah.
Awalnya warga desa sudah menikmati akses jembatan yang dibangun PT SUDCHEMI pada tahun 2012 silam, jembatan tersebut sudah diperkuat dengan Surat PERNYATAAN alih guna/alih dari pemerintah setempat.
Sayangnya, pada Maret 2025 lalu bencana banjir bandang merusak jembatan sepanjang 50 meter itu. Fasilitas umum tersebut ambrol, dan akses jalan warga terganggu.
Menurut keterangan warga setempat, PT SUDCHEMI semula diamanatkan untuk membangun kembali jembatan yang rusak, namun perusahaan kini telah digantikan oleh PT CLARIANT.
Meskipun surat permohonan pembangunan jembatan sudah disetujui oleh Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika), Pemerintah Desa, serta warga setempat. Kini, pembangunan jembatan terhambat karena belum dikeluarkannya izin resmi dari Desa Neglasari.
Warga pun mempertanyakan, alasan belum dikeluarkannya izin oleh pemerintah desa. Beberapa upaya telah dilakukan, salah satunya dengan pertemuan formal dan non formal.
Ruli Nurdiansyah, salah satu warga Desa Neglasari, menilai bahwa Pemdes harus mengedepankan kepentingan warga, karena jembatan yang akan dibangun sekarang sepenuhnya akan dibangun oleh PT CLARIANT.
“Kami tidak meminta se peser pun dari pemdes, tapi kami meminta izin pembangunan jembatan. Dengan harapan pemdes bisa berkolaborasi untuk meningkatkan fasilitas umum bagi warga Desa Neglasari,”tegasnya kepada awak media, Sabtu (11/10).
Ia menambahkan, jika ada kompensasi dari perusahaan kepada pemdes, idealnya harus sesuai dengan peraturan dan tidak menelantarkan nasib warga.
“Dana kompensasi dari perusahaan seharusnya sesuai dengan PERBUB, namun yang terjadi malah kami terus terabaikan” kata Ruli.
Jembatan yang rusak memiliki lebar 3 meter, cukup untuk dilalui dua kendaraan minibus sekaligus. Akibat kerusakan jembatan, warga harus memutar sejauh 2 kilometer melalui jalan alternatif yang berlumpur dan tidak terawat.
Jalan yang tidak layak tersebut mengakibatkan banyak kecelakaan. Dampaknya, perekonomian warga yang bergantung pada akses jembatan sebagai penghubung antara desa dan akses ke berbagai kebutuhan, juga berdampak serius.
Dalam beberapa bulan terakhir, pendapatan warga turun hingga 45%, karena akses yang terbatas membuat mereka kesulitan untuk beraktivitas, baik dalam sektor pertanian, pendidikan, perdagangan, maupun pekerjaan lainnya.
“PT.CLARIANT sudah membangun jembatan gantung dan jalan alternatif untuk membantu warga dengan biaya sekitar Rp 50 juta tetapi itu sangat tidak aman bagi warga. Apalagi warga sudah banyak yang jadi korban kecelakaan, dan jalan alternatif yang ada sangat berbahaya dengan minimnya standar ke amanan ,” ujar Ruli.
Kecewa dengan kelambanan ijin dari pemdes proses pembangunan jembatan, warga bahkan melakukan aksi demo ke Pemerintah Desa Neglasari. Ketegangan sempat terjadi antara warga dengan Kepala Desa, yang hampir baku hantam.
“Kami sudah tidak percaya lagi dengan Pemdes, kami hanya ingin akses yang aman dan memadai untuk kehidupan sehari-hari,” tambah Ruli.
Dengan keadaan yang semakin mendesak, warga Desa Neglasari berharap agar semua pihak, baik Pemdes, perusahaan, maupun pemerintah daerah, segera berkoordinasi dan berkolaborasi demi kepentingan warga masyarakat untuk mempercepat proses pembangunan jembatan yang sangat vital bagi kehidupan mereka.