JAKARTA VIBES — Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang bakal memutus perkara kasus wanprestasi yang melibatkan pengusaha asal Jakarta, Tedy Agustiansjah, pada pekan ini.
Selama ini, sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Firman Khadafi, didampingi oleh dua anggota hakim, Hendro Wicaksono dan Alfarobi.
Dalam sidang ini, penggungatnya adalah CV Hasta Karya Nusapala yang dimiliki oleh Andy Mulya Halim dan Hadi Wahyudi, Komisaris Utama dan Komisaris PT Mitra Setia Kirana, yakni Titin dan Sellavina. Andy Mulya Halim ternyata juga sebagai Direktur di PT Mitra Setia Kirana.
Kasus ini bermula dari proyek pembangunan cabang Resto Bebek Tepi Sawah yang digagas oleh Titin bersama menantunya, Andy Mulya Halim.
Mereka mengajak Tedy Agustiansjah untuk berinvestasi dalam proyek tersebut. Namun, proyek ini mangkrak, dan lebih lanjut terungkap bahwa kontraktor yang menggugat Tedy, yaitu CV Hasta Karya Nusapala, ternyata dimiliki oleh Andy dan Hadi Wahyudi.
Dalam dokumen kontrak, tidak pernah dicantumkan nama maupun tanda tangan Tedy sebagai pihak yang terlibat. Bahkan, tidak ada kejelasan mengenai kepemilikan tanah yang digunakan untuk proyek tersebut.
Sampai saat ini, korban (Teddy) tidak pernah menerima pembayaran atau cicilan atas penggunaan uang Rp 16 miliar untuk pembangunan resto bebek tepi sawah di Bandar Lampung.
Kuasa Hukum Tedy, Natalia Rusli berharap majelis hakim bisa memutus perkara tersebut secara adil dan sesuai fakta persidangan.
Sebab, dari awal persidangan, pihak penggugat banyak memberikan keterangan yang dinilai janggal dan tidak sesuai dengan fakta.
Misalnya, penggugat tidak bisa menghadirkan saksi dalam sidang yang bisa membuktikan adanya wanprestasi di perkara tersebut.
“Jadi yang dihadirkan itu adalah satu tukang angkat batu dan office boy. Kemudian, RAB atau nota pembayaran tidak bisa dibuktikan tagihan dari pekerjaan tersebut. Hanya ada dua lembar ketikan tangan dan tidak bisa dibuktikan bahwa kerjaan itu sudah dilakukan,” katanya, Senin (26/5/2025).
Natalia melanjutkan, dalam perkara ini penggugat dengan tergugat 1 dan 2 adalah 1 keluarga yang terdiri mertua, anak serta mantu. Ia mengaku, ketiganya berambisi ingin merampok tanah milik kliennya di Bandar Lampung.
Ketiganya menggunakan nama Hadi Wahyudi sebagai boneka dalam drama pembangunan resto bebek tepi sawah tersebut. Hadi sempat diperiksa Polda Metro Jaya dan mengaku hanya menerima komisi ke rekening pribadi.
Rekening CV Hasta Karya Nusapala tidak pernah menerima pembayaran pembangunan resto bebek tepi sawah dan Natalia menyebut hanya perusahaan fiktif saja.
Natalia menegaskan, ini merupakan perkara paling sadis yamg pernah ditangani selama menjadi pengacara.
“Sudah pinjam tanah, pinjam uang Rp 17,8 M, mencuri dan merusak rumah mewah milik klien kami, lalu mau ambil tanah milik klien kami,” ucapnya.
Ia menilai, penggugat ingin mengambil tanah milik kliennya yang direncanakan bakak dijadikan resto bebek tepi sawah.
“Lebih anehnya lagi untuk peninjauan setempat atau lokasi hanya klien kami yang didatangi oleh Hakim Ketua dan anggota, kenapa area lain tidak dikunjungi dan tak ada agenda peninjauan lokasi,” ungkapnya.
Natalia menilai, hal itu sudah tidak ada keadilan dan keseimbangan antara tergugat 1, 2 dan 3.
Pengacara berparas cantik ini merasa kecewa dengan PN Tanjung Karang karena sudah menerima gugat ke-3 dari perusahaan tersebut.
Padahal, gugatan pertama ditarik oleh penggugat dan gugatan kedua tidak bisa diterima secara formil. Tapi di gugatan ke tiga justru PN Tanjung Karang menerimanya bahkan sampai disidangkan.
“Anehnya kok bisa PN Tanjung Karang melanjutkan persidangan dagelan ini. Saya akan kejar sampai mana juga perkara ini, atas kejadian ini pihak kami membuat LP polisi terhadap penggugat sebanyak 6 laporan polisi yang dibuat masing masing sesuai TKP,” imbuhnya.
“Jadi kami meminta agar majelis hakim bisa memberikan putusan sesuai fakta persidangan demi menjaga nama baik peradilan di Indonesia,” tegas Natalia.
Natalia juga mengapresiasi Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifai karena sudah menerima aduan yang dibuatnya atas perkara kliennya di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan nomor 167/Pdt.G/2024/PN Tanjung Karang.
Aduan tersebut diterima oleh perwakilan Komisi Yudisial Pusat bernama Surya Purnama pada hari ini. Natalia juga memberikan apresiasi kepada KY perwakilan Bandar Lampung karena sudah mengawal persidangan tersebut.
“Kami sangat berterimakasih kepada KY Pusat dan Bandar Lampung karena sudah memberikan perhatian kepada perkara ini,” tuturnya. (PR)
